Rabu, 17 Juni 2015

Jalan ke Tenggarong

Sebagai orang setengah asli Kalimantan Timur, aku agak malu mengakui bahwa aku belum banyak mengeksplorasi objek wisata yang ada di Kalimantan Timur. Jangankan untuk objek-objek yang ada di pedalaman, yang di pinggir kota saja banyak yang belum aku datangi.
Jadi, pada libur tanggal 2 Juni yang lalu, kami sekeluarga pergi ke Tenggarong untuk mengunjungi sanak keluarga dan juga sekalian jalan-jalan. Objek yang kami datangi adalah Museum Mulawarman Tenggarong, Waduk Panji Sukarame dan juga Museum Kayu Tuah Himba Tenggarong.

Aku baru tahu kalau ternyata Museum Mulawarman ditutup karena sedang diadakan persiapan untuk acara Erau yang pembukaannya dilaksanakan hari Minggu tanggal 7 Juni tadi. Jadi, kami cuma duduk istirahat sebentar dilanjutkan makan siang di kedai-kedai yang ada di belakang museum. Rasanya gak begitu kecewa karena aku sudah tahu ada apa aja di dalam museum. Sama sekali tidak penasaran karena sudah beberapa kali masuk museum. :hehe:

Perjalanan kami lanjutkan menujuWaduk Tenggarong,  Waduk Panji Sukarame. Nah, kalau objek wisata yang satu, ini aku belum pernah mengunjunginya. Aku sudah lama mendengar tentang keberadaan waduk ini. Baru sekarang bisa mengunjungi karena dulu sama sekali tidak ada kesempatan untuk jalan-jalan ke situ.

Ternyata, waduk Tenggarong ini lumayan luas. Aku tidak tahu berapa tepatnya luas waduk ini karena tidak menemukan informasi yang disediakan.
Selain untuk wisata, waduk ini berfungsi sebagai fasilitas penyimpanan air dan juga irigasi. Kita bisa melihat adanya pintu air yang arah alirannya menuju beberapa petak sawah yang ada di dekat waduk. Saat kami mengunjungi waduk, pintu air tidak dibuka. Mungkin, air hujan sudah memberikan air yang cukup untuk pengairan sawah.
Tidak banyak yang bisa kita temukan di waduk Panji Sukarame ini. Di waduk ini, hanya ada taman, path atau jalur untuk mengelilingi taman, wahana perahu sepeda air, beberapa ayunan dan tempat duduk-duduk.

Suasana di sekitar waduk lumayan asri, walau di beberapa sudut kita bisa menemukan sedikit ketidak-rapian yang menganggu mata. Waduk ini bisa saja menjadi lebih menarik kalau saja hal yang tidak rapi di sekitarnya dirapikan. Siapa tahu ada PH dari Jakarta yang mau menjadikan waduk ini sebagai lokasi syuting FTV. Hihihihi…

Jadi ingat potongan lirik lagu Nyanyian Rindu karya Ebiet G. Ade…
♪♫♪Bila saja kau ada di sampingku, sama-sama arungi danau biru

Ah, sudahlah…

😳

kurang rapi
Karena hari belum sore, kami lanjutkan perjalanan menujun Museum Kayu Tuah Himba. Kebetulan juga lokasi museum ini tidak terlalu jauh dari lokasi waduk Panji Sukarame. Kalau aku tidak salah ingat, jaraknya hanya sekitar 600 meter dari waduk.
Walau ukurannya terbilang kecil, museum ini lumayan menarik untuk dikunjungi. Bangunan yang indah dan lingkungan yang bersih membuat kita betah ada di dalam atau sekitarnya. Belum lagi koleksi yang ada di dalam museum yang membuat kita semakin betah untuk berlama-lama di dalam museum.

Saat kita memasuki museum, kita disambut oleh sebuah patung Lembuswana yang ukurannya sangat besar (kalau petugas loket tiket gak dihitung sebagai penyambut. Hihi.. ). Patung Lembuswana ini terbuat dari kayu (eh, gak yakin deh), tingginya sekitar dua meter dan dicat dengan warna emas.
Di belakang patung Lembuswana, terdapat dua buah mumi buaya yang dipajang dalam kotak kaca. Buaya-buaya ini dulunya adalah buaya yang memangsa manusia di Sangatta (sekarang termasuk wilayah Kabupaten Kutai Timur).
Buaya Museum Kayu Tenggarong

Namanya museum kayu, tentu “atraksi” utamanya adalah tentang kayu dan pepohonan. Namun demikian, yang kita temui tidak hanya kayu mentah saja. Banyak hal lain yang bisa kita temui, seperti furnitur dari rotan, patung-patung dan juga berbagai alat pancing tradisional yang ada di Kalimantan Timur.




Nah, demikianlah perjalananku mengunjungi Waduk Panji Sukarame dan juga Museum Kayu Tuah Himba. Semoga aku punya kesempatan untuk mengunjungi objek wisata lain yang ada di Kalimantan Timur (lebih asik lagi kalau jalan-jalannya ada yang sponsorin).

😀
Comments


EmoticonEmoticon